Pemerintah China, atau tepatnya Partai Komunis China (PKC), bersikap sangat agresif terhadap pemeluk agama. Data yang dikumpulkan South China Morning Post maupun Huffington Post menunjukkan betapa kaum beragama di Negeri Tirai Bambu mengalami tekanan mengerikan.
Pasal 36 Konstitusi Republik Rakyat China pada 1982 secara khusus menyatakan setiap agama harus diawasi pemerintah agar kehidupan bermasyarakat menjadi 'harmonis'.
Lebih dari itu, setiap anggota PKC - artinya seluruh pejabat di seantero China - dilarang memeluk agama tertentu. "Tidak memeluk agama adalah prinsip utama yang harus ditaati anggota partai. Tidak ada keraguan sedikitpun," kata Kepala Bidang Kebudayaan PKC Zhu Weiqun pada November 2014.
Nyaris semua kelompok spiritual mengalami penindasan sistematis. Mulai dari penganut Falun Gong hingga umat Buddha Tibet. Tapi lebih dari itu, yang paling sering menghadapi persekusi akibat iman mereka adalah umat Islam dan Kristen.
Pertumbuhan dua umat agama Samawi itu kebetulan sangat pesat di Negeri Panda. Warga Kristen, termasuk Protestan maupun Katolik, dalam sensus terakhir mencapai 60 juta (setara 5 persen total populasi). Itu peningkatan pesat setelah PKC akhirnya mengizinkan agama asal 'Barat' ini berkembang pada 1980-an.
Demikian pula Islam yang dianut warga etnis Uighur, Hui, maupun Kazakh. Pada sensus lima tahun lalu, jumlah mereka sudah tembus 50 juta jiwa. Tiga kali lipat dibanding sensus pada 2000.
Tak heran, dua pemeluk agama ini dihalang-halangi beribadah. Penindasan ini sangat kentara, sampai-sampai teriakan LSM internasional diabaikan oleh pemerintah China.
Zhu Weiqun, pejabat pusat yang mengotaki pembatasan agama di China, mengatakan masyarakat harus dikendalikan. Sekalinya mereka religius, maka kecerdasan masyarakat diyakini bakal anjlok. Hal itu menurut pandangan PKC, akan merugikan pembangunan China.
"Kalau memang agama berguna buat masyarakat, seharusnya orang Eropa di abad pertengahan yang taat pada Vatikan jadi bangsa beradab. Nyatanya tidak," tulis Weiqun.
Lalu apa saja langkah-langkah pemerintah China membatasi pertumbuhan pemeluk agama samawi? Berikut rangkumannya:
1. Larang umat muslim puasa
Pemerintah China yang dikuasai Partai Komunis melarang seluruh pegawai negeri, siswa, dan guru muslim di wilayah Xinjiang berpuasa di bulan suci Ramadan.
Selama ini pemerintah China selalu melarang etnis muslim Uighur di Xinjiang berpuasa.
Xinjiang dilaporkan sering melancarkan serangan terhadap pemerintah China dan belum lama ini Beijing menuding kelompok militan di Xinjiang menyerang sejumlah tempat untuk menuntut kemerdekaan di wilayah kaya sumber daya alam itu.
Kelompok pembela hak asasi mengecam ketegangan dalam hal agama dan budaya terhadap kaum minoritas muslim di daerah itu.
Stasiun televisi pemerintah Bozhou radio dan TV kampus mengatakan di dalam situs mereka, pemerintah akan memaksa anggota partai, guru, dan anak muda ikut ambil bagian dalam kegiatan Ramadan.
Dilxat Raxit, juru bicara bagi Kongres Uighur Dunia di pengasingan mengutip pernyataan sumber lokal yang mengatakan pihak berwenang di Xinjiang mengajak warga Uighur makan makanan gratis dua hari lalu.
"China melakukan tindakan ini untuk melarang keyakinan warga Uighur. Ini bisa menimbulkan konflik lagi," kata Raxit. "Kami menyerukan China memberi kebebasan beragama bagi warga Uighur dan menghentikan tekanan di bulan Ramadan."
2. Ancam ratakan gereja dengan bangunan jelek
Partai Komunis China dilaporkan berniat meratakan Gereja Kota Wenzhou, Provinsi Zheijiang tahun lalu. Ancaman itu muncul setelah pejabat partai mengklaim gereja itu dibangun secara ilegal dan desainnya jelek, seperti dilansir situs the Huffington Post, Kamis (10/4/2014).
Para pemrotes melakukan penjagaan sepanjang waktu dan membentuk perisai manusia untuk melindungi gereja dari pembongkaran.
"Saya datang ke sini pada hari ini untuk menunjukkan dukungan saya," ujar seorang pengunjuk rasa, Jin Yufu, kepada the Telegraph. "Gereja adalah tempat suci dan kita semua bersaudara."
Pihak gereja mengatakan mereka membutuhkan waktu selama enam tahun untuk mendirikan bangunan dengan biaya sekitar Rp 54,8 miliar itu. Beberapa jemaat gereja percaya instruksi pembongkaran datang setelah Xia Baolong, kepala Partai Komunis China untuk Provinsi Zhejiang, mengunjungi daerah itu dan 'tidak terkesan' dengan gereja tersebut, seperti dikutip the Telegraph.
"Perilakunya ilegal," kata seorang demonstran bernama Wang Jianfeng. "Dia telah menyalahgunakan kekuasaannya. Pembangunan gereja itu tidak melawan hukum."
3. Larang perayaan Natal
Universitas Modern Northwest di China melarang perayaan Natal bagi seluruh mahasiswa dengan alasan acara itu merupakan budaya barat dan tidak sesuai dengan tradisi.
Sebagai gantinya pihak kampus malah menyuruh siswa menonton film propaganda berdurasi tiga jam tentang Konfusius. Para dosen bahkan berjaga di dalam ruangan buat mencegah siswa keluar, seperti dilansir koran the Daily Mail, Kamis (25/12/2014).
Seorang siswa mengaku mereka akan dihukum jika tidak menonton film propaganda yang diputar oleh pihak kampus.
"Kami tak bisa berbuat apa-apa. Kami tak bisa kabur," kata siswa itu.
Menurut kantor berita pemerintah, di seantero kampus yang terletak di Xian itu bahkan terpasang spanduk besar berisi tulisan menentang budaya barat. "Lawan penjajahan budaya Barat," demikian bunyi salah satu spanduk.
Di salah satu akun media sosial kampus milik Partai Komunis China itu juga ada seruan kepada mahasiswa untuk lebih mengutamakan hari besar China, seperti Festival Musim Semi.
"Dalam beberapa tahun belakangan, makin banyak warga China yang lebih mementingkan hari libur orang Barat," kata akun media sosial itu.
4. Gereja dilarang pasang tanda salib di atap
Pemerintah China mengharuskan setiap gereja membuang simbol salib yang biasanya ada di atap tempat ibadah. Hal ini berlaku bagi semua gereja Protestan maupun Katolik.
Menurut laporan dari CBS News, Jumat (8/5), China mengeluarkan larangan tersebut agar tidak ada simbol agama tampil menonjol di negara tersebut.
Salib yang berada di atas atap bangunan tidak diizinkan, karena dianggap 'kurang aman' dalam perda tata kota. Bila ingin memasang salib, harus di bangunan, bukan di atap, serta tidak melebihi 10 persen muka gedung. Seorang anggota organisasi gereja mengatakan peraturan ini hanya akal-akalan memberangus tanda salib.
Sejak awal 2014, petugas Provinsi Zhejiang telah merubuhkan banyak salib di lebih dari 400 gereja. Tindakan pemerintah provinsi itu kadang menimbulkan bentrok dengan jemaat. Petugas kemudian mengatakan, salib melanggar peraturan pembangunan.
Para kritikus menilai, pesatnya pertumbuhan kelompok Kristen membuat Partai Komunis China ketar-ketir.
"Pihak berwenang telah mengambil simbol penting agama ini. Dan ini berarti tidak ada manifestasi yang menonjol dari agama Kristen di ruang publik," ujar seorang pendeta China yang sekarang tinggal di Amerika Serikat, Zheng Leguo.
5. Paksa toko muslim jual alkohol dan rokok
Pemerintah China memerintahkan pemilik toko muslim dan restoran di Desa Aktash, Provinsi Xinjiang, menjual minuman beralkohol dan rokok.
Menurut laporan Radio Free Asia (RFA) yang dilansir koran the Washington Post, Rabu (6/6), dengan langkah itu pemerintah bertujuan melemahkan Islam di China, khususnya di Xinjiang. Jika menolak, toko mereka diancam ditutup dan pemiliknya dijatuhi hukuman.
Dalam dua tahun terakhir pemerintah China mengadapi perlawanan dari warga muslim Xinjiang yang jadi target tekanan. Pegawai pemerintah dan anak-anak dilarang salat di masjid dan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Kaum wanita juga dilarang memakai cadar dan kaum laki-laki tidak boleh memelihara jenggot.
Pejabat Partai Komunis di Aktash Adil Sulayman mengatakan kepada RFA, banyak para pemilik toko muslim sudah tidak menjual minuman beralkohol dan rokok sejak 2012 karena menurut pemahaman mereka Islam melarang dua produk itu.
"Kami ingin memperlemah pengaruh agama di sini. Aturan ini adalah bagian dari upaya itu," kata Sulayman kepada RFA. (mdk/Suaranetizen)
0 Response to "Inilah 5 Cara China Hambat Perkembangan Agama Islam-Kristen, Apa Saja ?"
Posting Komentar