Macam-Macam Akhlak Terpuji

    Macam-Macam Akhlak Terpuji



Jujur adalah sebuah ungkapan yang sering kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh makna dari jujur itu sendiri. Apalagi perkara mengenai kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah.
Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah bagi mereka. Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,[7]
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”
Kebajikan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat baik kepada sesama.
Allah telah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar mereka bersikap jujur. Seperti dalam QS At taubah ayat 119:
 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar,
Kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyeru orang-orang yang beriman agar bertaqwa kepada-Nya dan selalu berkata jujur. Setiap perkataan dan perbuatan haruslah dilandasi dengan prinsip kejujuran, karena kejujuran merupakan tanda kesempurnaan iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya :
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan kedalam al jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicatat disisi Allah sebagai ash shidiq (orang yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2606).
Dalam hadits di atas menunjukkan bahwa jujur merupakan amalan yang amat terpuji. Dari sebuah kejujuran akan tegak kebenaran, keadilan, dan sekian banyak kebaikan dibaliknya. Apabila seseorang berkata jujur, maka orang lain akan merasa dirinya dihormati, diperlakukan adil, tidak dizhalimi atau tidak dikhianati sehingga menumbuhkan rasa saling percaya, dan menambah rajutan ukhuwah (persaudaran). Namun sebaliknya, dari ketidakjujuran akan menyebabkan terjatuh dalam perbuatan zhalim, curang atau berdusta kepada orang lain. Yang berakibat memudarnya sikap saling percaya, bahkan akan timbul kedengkian, permusuhan, dan sikap jelek lainnya. Dampak baik dari perilaku jujur yang lain dapat dilihat sebagai berikut:[8]
    Mendapat berkah dari Allah SWT
    Jujur sebagai sebab diperbaiki dan diterimanya amalan-amalannya oleh Allah SWT
    Jujur sebagai sebab datangnya maghfirah Allah SWT
    Mendapat pahala yang besar
Oleh sebab itu hendaklah kita senantiasa jujur dalam segala hal. Orang jujur ada kemungkinan akan teguh dalam memegang amanah. Sedangkan orang yang pendusta atau tidak jujur sama sekali tidak bisa memegang amanah sehingga sulit untuk dipercaya oleh oranglain. Jujur dan amanah adalah serangkaian sifat yang perlu kita sikapi. Sebagaimana rasulullah adalah seorang yang mempunyai sifat jujur dan terpercaya. Kita patut menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik.
    b.      Sabar
Kesabaran ialah menahan diri dari apa yang tidak disukai atau tabah menerimanya dengan rela dan berserah diri.[9] Sabar merupakan salah satu bagian dari akhlaqul karimah yang dibutuhkan seorang muslim dalam menghadapi masalah dunia dan agama. Tingkat kesabaran seseorang dalam menghadapi hal-hal yang menyinggung perasaan berbeda-beda. Ada yang tersinggung sedikit saja segera meluap dan ada juga yang menyinggung hatinya tetapi dia tetap tabah dan menerimanya. Apabila kita memiliki sifat sabar maka tidak akan ada pertikaian dan pertengkaran. Dalam surat Al baqarah ayat 153 dijelaskan:
Artinya: Wahai orang-orang beriman ! Mohonlah pertolongan  (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.
Tafsir Ibnu Katsir
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT dengan cara bersabar dan menunaikan shalat yang khusyuk. Sabar terbagi menjadi dua yaitu sabar ketika mendapat kesenangan dan sabar ketika mendapat kesusahan.
Ketika menghadapi permasalahan, hendaknya kita mengembalikan semua urusan kepada Allah SWT karena Dialah Zat yang menentukan semuanya. Rasulullah SAW bersabda : “Sebagai kejutan bagi orang mukmin, Allah SWT tidak akan menentukan sesuatu, kecuali Allah SWT lebih tahu tentang apa yang lebih baik baginya”.
Sabar mengandung tiga hal, yaitu sabar untuk meninggalkan sesuatu yang haram, sabar dalam menunaikan ibadah dan kewajiban, serta sabar dalam menerima musibah dari Allah SWT. Semua musibah merupakan kehendak Allah SWT. Disebutkan pula bahwa dibalik kejadian yang menimpa, pasti terdapat hikmah yang sangat agung (Al Misbah Al Munir fi Tahzib Tafsir Ibnu Katsir,1999:92-93)[10].
Selain dalam surat di atas masih banyak lagi dalil tentang sabar dalam al Quran. Ayat mengenai Allah bersama orang yang sabar, diulang beberapa kali dalam al Quran. Hal ini menandakan bahwa Allah benar-benar akan selalu bersama orang yang sabar. Oleh karena itu seyogyanya kita tidak usah risau dan sedih karena Allah akan selalu bersama kita. Apalagi Allah akan menolong kita dengan lima ribu malaikatnya (QS.Al Imran:125). Dan dalam surat yang lain diterangkan bahwa ada balasan bagi orang yang sabar, misalnya orang sabar akan beruntung (QS.Al Imran:200), derajat tinggi bagi orang sabar (QS.Al Imran:139), mendapat ampunan dan pahala yang besar (QS.Hud:11). Maka bersabarlah dan Qul amantu billahi tsummas taqim.
    c.       Ikhlas
Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain, ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan atau mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada Al Khaliq.[11]
Salah satu pilar yang terpenting dalam Islam yaitu sifat ikhlas, karena ikhlas merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah kita kepada Allah. Hal ini bisa dilihat dari hadits Abu Umamah, yaitu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda setelah ditanya mengenai orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karena-Nya dan mengharap wajah-Nya”.
Ikhlas termasuk salah satu sifat yang sulit untuk dimiliki oleh setiap manusia, bahkan banyak dari kita yang tidak mengedepankan keikhlasan dalam beramal. Sebagian dari mereka cenderung beramal hanya untuk mendapatkan pujian atau sejenisnya. Padahal dalam kajian tauhid, keikhlasan merupakan hal yang harus dimililki seorang muslim. Oleh karenanya, sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas, tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT. Sedangkan amal yang sederhana saja akan menjadi luar biasa dihadapan Allah SWT bila disertai dengan ikhlas. Tidaklah heran seandainya shalat yang kita kerjakan belum terasa khusyu, atau hati selalu resah dan gelisah dan hidup tidak merasa nyaman dan bahagia, karena kunci dari itu semua belum kita dapatkan, yaitu sebuah keikhlasan. Seperti pada Q.S Al An’am ayat 162 yang berbunyi :
162.  Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Pada ayat tersebut sudah sangat jelas sekali bahwa kita harus ikhlas dalam mendekatkan diri kepada Allah. Tidak terpaksa atau hanya karena untuk mendapatkan pujian, akan tapi semata-mata hanya karena Allah. Dengan niat yang tulus dan ikhlas, hati akan merasa nyaman dan bahagia.
Ciri-ciri dari orang yang memiliki keikhlasan antara lain:[12]
    Hidupnya jarang sekali merasa kecewa
      Orang yang ikhlas dia tidak akan pernah berubah sikapnya seandainya disaat dia berbuat sesuatu kebaikan ada yang memujinya, atau tidak ada yang memuji/menilainya bahkan dicacipun hatinya tetap tenang, karena ia yakin bahwa amalnya bukanlah untuk mendapatkan penilaian sesama yang selalu berubah tetapi dia bulatkan seutuhnya hanya ingin mendapatkan penilaian yang sempurna dari Allah SWT.
    Tidak tergantung / berharap pada makhluk
      Sayyidina ’Ali pun pernah berkata, orang yang ikhlas itu jangankan untuk mendapatkan pujian, diberikan ucapan terima kasih pun dia sama sekali tidak akan pernah mengharapkannya, karena setiap kita beramal hakikatnya kita itu sedang berinteraksi dengan Allah, oleh karenanya harapan yang ada akan senantiasa tertuju kepada keridhaan Allah semata.
    Tidak pernah membedakan antara amal besar dan amal kecil
      Diriwayatkan bahwa Imam Ghazali pernah bermimpi, dan dalam mimpinya beliau mendapatkan kabar bahwa amalan yang besar yang pernah beliau lakukan diantaranya adalah disaat beliau melihat ada seekor lalat yang masuk kedalam tempat tintanya, lalu beliau angkat lalat tersebut dengan hati-hati lalu dibersihkannya dan sampai akhirnya lalat itupun bisa kembali terbang dengan sehat. Maka sekecil apapun sebuah amal apabila kita kerjakan dengan sempurna dan benar-benar tiada harapan yang muncul pada selain Allah, maka akan menjadi amal yang sangat besar dihadapan Allah SWT.
    Banyak amal kebaikan yang rahasia
      Mungkin ketika kita mengaji dilingkungan orang banyak maka kita akan mengaji dengan enaknya, lama dan penuh khidmat, ketika kita shalat berjamaah apalagi sebagai imam kita akan berusaha khusyu dan lama, tapi apakah hal tersebut akan kita lakukan dengan kadar yang sama disaat kita beramal sendirian ? apabila amal kita tetap sama bahkan cenderung lebih baik, lebih lama, lebih enak dan lebih khusyuk maka itu bisa diharapkan sebagai amalan yang ikhlas. Namun bila yang terjadi sebaliknya, ada kemungkinan amal kita belumlah ikhlas.
    Tidak membedakan antara bendera, golongan, ras, atau organisasi
      Fitrah manusia adalah ingin mendapatkan pengakuan dan penilaian dari keberadaannya dan segala aktivitasnya, namun pengakuan dan penilaian makhluk, baik perorangan, organisasi atau instansi tempat kerja itu relatif dan akan senantiasa berubah, banyak orang yang pernah dianggap sebagai pahlawan namun seiring waktu berjalan adakalanya berubah menjadi sosok penjahat yang patut diwaspadai. Maka tiada penilaian dan pengakuan yang paling baik dan yang harus senantiasa kita usahakan adalah penilaian dan pengakuan dari Allah SWT.
    d.      Menepati janji
Di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati janji. Kata sebuah pepatah, janji adalah hutang, karena ia wajib di segerakan untuk dilunasi. Karena begitu pentingnya sebuah janji, maka Allah SWT. benar-benar menekankan kepada seluruh umat manusia untuk menepatinya. Dalam firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Kemudian Teungku Muhammad Hasbi di dalam bukunya Al-Islam menjelaskan yang dimaksud janji adalah suatu penetapan yang kita sendiri ikut membuatnya. Kita wajib menepatinya, dan tidak ada alasan untuk meng- ingkarinya.Menepati janji adalah menyempurnakan segala yang telah dijanjikan, baik berupa kontrak tertulis maupun hal-hal yang telah dijamin dalam Islam. Menepati janji juga merupakan sendi hidup masyarakat. Sebaliknya melanggar janji akan berakibat rusaknya tatanan aturan hidup bermasyarakat yang pada akhirnya jika pelanggaran janji sudah menjadi satu kebiasaan niscaya akan menghancurkan masyarakat itu sendiri, karena melanggar janji adalah perbuatan dosa.
Janji yang dibuat dengan seseorang, menjadi satu janji pula dengan Allah, maka hendaklah difikirkan sebalum melakukan perjanjian dengan seseorang. Namun demikian, janji yang wajib ditepati adalah janji kebaikan, janji yang tidak berlawanan dengan perintah  Allah. Janji yang seperti inilah yang diperintahkan Allah untuk ditepati. Sedangkan janji-janji yang dapat membuat suatu kerusakan (munkar) atau mengerjakan suatu ke- maksiatan, walaupun dibuat atas nama perjanjian, wajiblah melepaskan atau mem- bebaskan diri dari perjanjian tersebut.
Wahyu Allah yang pertama dalam surat Al-Maidah, dimulai dengan seruan kepada orang yang beriman, “Wahai orang yang beriman”. Seruan ini mengandung makna agar orang-orang yang beriman hidup tertib dan teratur di dalam hubungan kehidupan bermasyarakat.Orang-orang yang taat azas atau orang-orang yang dapat mengikuti peraturan atau undang-undang, adalah dapat dijalankan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah, yang memberikan tata aturan hidup berkeluarga dan bermasyarakat.
Sungguh Al-Qur`an telah memerhatikan permasalahan janji ini dan memberi dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya.
Semoga bermanfaat:

Sumber: https://afdholhanaf.wordpress.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Macam-Macam Akhlak Terpuji"

Posting Komentar