Akhirnya aku tau engkau bukan pemimpin kami.
Di saat kami mengetuk berkali-kali menuntut hukum ditegakkan atas penista kitab suci kami, kau tak kunjung bersikap adil.
Akhirnya aku tau engkau bukan pemimpin kami.
Di saat kami berteriak marah pada Myanmar karena membunuhi saudara Rohingya kami, engkau tak berani berkata sepatah kata pun pada Aung San Suu Kyi.
Akhirnya aku tau engkau bukan pemimpin kami.
Di saat kami menangis dan menahan sesak di dada melihat Rusia dan rezim Syi’ah Asad dibantu sekutu mereka Iran, membunuhi warga tak bersalah di Aleppo, engkau malah berkunjung ke satu di antara tiga negri biadab itu dan menjalin kesepakatan atas nama negri ini.
Akhirnya aku tau engkau bukan pemimpin kami.
Di saat kami takut komunisme akan kembali hidup di negri tercinta,
Engkau malah meminta maaf pada keturunan PKI sehingga mereka jadi jumawa dan makin terang2an unjuk diri.
Akhirnya aku tau engkau bukan pemimpin kami.
Saat kami takut negri ini dikuasai oleh asing, engkau malah menggadaikan aset2 penting milik rakyat, membiarkan mereka sah memiliki tanah dan properti di negri ini, melegalkan mereka membuat LSM di negri ini, menutup mata terhadap fakta bahwa mereka masuk secara illegal di negri ini dan memiliki identitas layaknya telah diakui sebagai warga negri ini.
Engkau ada di posisimu karena pilihan rakyat negri ini.
Engkau menggunakan semua fasilitas atas sumbangsih rakyat negri ini.
Tapi yang kau lakukan tak sejalan dengan kami, bahkan lebih banyak mengecewakan dan menyakiti kami.
Lantas pemimpin siapakah kau ini sebenarnya?
Kami bukan tak punya opsi.
Kami sudah mendidih dan siap meluapkan amarah kami.
Kami sudah terbakar dan siap membumi hanguskan kezholiman.
Kami hanya masih terlalu sabar menunggumu.
Cepatlah putuskan, sebelum kami bergerak sendiri dan meninggalkanmu yang hanya bisa menyesali diri.
0 Response to "Surat Terbuka: Kepada Engkau Yang Entah Harus Kusebut Apa"
Posting Komentar